Kilasberita.com - Baru-baru ini, pemerintah merasa terganggu dengan sikap dan pandangan Uni Eropa, Inggris, Denmark, Belanda dan Badan HAM PBB untuk Asia. Sebab, mereka ikut berkomentar terkait keputusan Majelis Hakim memvonis terdakwa kasus penodaan agama Basuki Tjahaja Purnama ( Ahok) dua tahun penjara. Mereka meminta pemerintah Indonesia meninjau kembali pasal penistaan agama.
Kadiv Humas Polri
Irjen Setyo Wasisto meminta semua pihak, termasuk negara lain untuk menghormati
hukum yang berlaku di Indonesia. Termasuk, proses hukum terhadap Ahok.
"Kita sudah ada
aturan hukumnya, itu yang kita gunakan. Kalau pihak asing menyoroti, saya kira
mereka harus memahami dulu aturan-aturan hukum di negara kita," kata Setyo
di Komplek Mabes Polri, Jakarta,
Jumat (12/5).
Setyo tak
mempersoalkan pihak luar ikut berkomentar terkait vonis terhadap Ahok. Hanya
saja, Setyo meminta mereka tidak ikut campur apalagi mencoba mengintervensi
hukum di Indonesia.
"Kita harus
melihat konteksnya. Komentar boleh saja, tapi jangan ikut campur," pungkas
Setyo.
Sebelumnya,
Kementerian Luar Negeri RI melalui juru bicaranya Arrmanatha Nasir menyampaikan
bahwa Indonesia memberi perhatian terhadap permintaan yang disampaikan oleh
beberapa delegasi luar negeri.
"Kami telah
mencatat pernyataan yang disampaikan delegasi dari dalam maupun luar negeri
dengan baik tentang peninjauan itu. Namun, seperti disampaikan Presiden Joko
Widodo (Jokowi), ini merupakan suatu proses hukum yang dihadapkan kepada semua
pihak. Dan sudah menjadi tugas bagi kita untuk menghormati keputusan Majelis
Hakim," kata pria akrab disapa Tata saat menggelar jumpa pers di
Kementerian Luar Negeri, Jakarta Pusat, Jumat (12/5).
Saat ini, kata Tata,
yang terpenting adalah menghargai upaya yang akan ditempuh oleh Basuki Tjahaja
Purnama (Ahok) untuk memperoleh hukuman yang adil baginya.
"Kita juga
harus hormati langkah hukum yang masih akan dilakukan oleh Bapak Basuki
termasuk dalam konteks mengajukan banding. Ini penting, karena sebagai negara
demokrasi yg menjunjung tinggi supremasi hukum, kita harus menghormati yang ada
di Indonesia," jelas Tata.
Sebelumnya, lembaga
hak asasi manusia Amnesty International menyerukan pihak berwenang Indonesia
mencabut pasal 156 dan 156 (a) tentang penodaan agama yang sering digunakan
sebagai landasan untuk menghukum dan memenjarakan orang.
"Vonis itu
membuktikan tidak adilnya pasal penodaan agama di Indonesia dan pasal itu harus
segera dicabut," kata Direktur Amnesty International untuk Asia Tenggara
dan Pasifik Champa Patel dalam rilis yang diterima merdeka.com.
Tak hanya itu, Dewan
HAM PBB di Asia juga meminta agar Indonesia melakukan peninjauan ulang terhadap
pasal penistaan agama.
"Kami prihatin
atas hukuman penjara yang dijatuhkan kepada Gubernur Jakarta atas dugaan
penistaan melawan Islam. Kami meminta Indonesia untuk meninjau kembali hukum
penistaan tersebut," tutur Dewan HAM PBB di akun resmi mereka @OHCHRAsia. (kb/mrdc)
Komentar
Posting Komentar