KILASBERITA -– Lembaga Independen
Pemerhati Pembangunan Sumatera Utara (LIPPSU) menyalahkan Kementrian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan (KLHK) Jakarta terkait sebutan Kota Medan, yang mendapat nilai
rendah (terkotor) dalam penilaian Tempat Pembuangan Akhir (TPA).
“Yang salah Kementrian KLHK itu
la, merekalah yang menurut saya tidak aktif mendorong Pemerintah Provinsi Sumut
untuk menyediakan TPA Regional,” kata Direktur LIPPSU Azhar AM Sinik didampingi
Wakil Direktur Drs Partono Budy kepada pers di Medan, akhir pekan silam.
Tugas dan tanggungjawab itu
tertuang pada Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 62 tahun 2011 tentang
Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Medan, Binjai, Deli Serdang, dan Karo (Mebidangro),
terutama pada ayat 2 huruf c bahwa instansi
pelaksana adalah pemerintah, dalam hal ini KLHK.
“Mereka yang seharusnya berhutang
kepada kita (Sumut). Artinya, jangan salahkan Kota Medan kalau kota ini
dijuluki kota terkotor, karena warga Medan belum memiliki TPA Regional yang
mencerminkan kawasan Mebidangro,” lanjut
Sinik.
Terkait julukan kota terkotor, Sinik mengherankan, sebutan yang disampaikan Kementerian Lingkungan Hidup
dan Kehutanan (KLHK) pada penyerahan Piala Adipura 2018 di Gedung Manggala
Wanabakti, Jakarta, Senin 14 Januari 2019 itu harusnya tidak disampaikan ke publik,
karena itu sama artinya dengan menampar muka sendiri.
Sejak Perpres dikeluarkan,
harusnya KLHK berjuang keras mendorong
Pemprovsu dan jajarannya agar mengupayakan pembuatan TPA Regional, mengingat
peraturan itu mencantumkan bahwa keberadaan TPA harus diprioritaskan, karena
mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan negara,
pertahanan dan keamanan negara, ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan,
termasuk wilayah yang telah ditetapkan sebagai warisan dunia.
“LIPPSU sendiri pernah
menyelenggarakan sosialisasi Mebidangro di Medan beberapa waktu lalu, yang
salahsatu fokusnya meminta perhatian pemerintah pusat untuk mendorong
percepatan TPA Regional agar segera diwujudkan di Deli Serdang,” ujarnya.
SIKAP KEBERATAN
Menyinggung tentang lambannya
pembuatan TPA Regional, menurut Sinik, terjadi karena adanya sikap keberatan
Pemkab Deli Serdang melalui Kepala Bappedanya, Irman Dj Oemar ketika itu, yang
tidak berkenan kawasannya dijadikan TPA Regional. Dan masalah tersebut menjadi
berlarut-larut hingga akhirnya TPA Regional dibangun di Kelurahan Terjun, Medan
Marelan, Medan. TPA ini dianggap tidak layak lagi dijadikan pembuangan sampah
karena lokasinya yang bersinggungan dengan lingkungan warga dan sarana dan
prasarana umum lainnya.
Jika memang ini disepakati
sebelum dibuat TPA Regional permanen, maka perlu keterpaduan langkah semua
pihak. Dalam rilis yang disampaikan ke media, terdapat 10 kota terkotor, salah
satunya Medan secara khusus dan resmi, dengan penilaian berdasarkan bobot yang
ditentukan, salah satunya yang paling utama adalah pengelolaan TPA. Dalam
penilaian TPA, Medan mendapat penilaian rendah karena masih menggunakan open dumping bukan sanitary landfill.
Untuk itu, Direktur LIPPSU Azhari
AM Sinik meminta Gubsu Edy Rachmayadi untuk proaktif mensinkronkan langkah dengan
pemerintah pusat dan memanggil Organisasi Perangkat Daerah (OPD), termasuk
Bupati dan Walikot terkait, agar duduk satu meja, guna mempercepat pembuatan TPA Regional. Selama ini, menurut
Sinik, upaya tersebut tidak intensif
dilakukan gubernur sebelumnya.
Selain itu, Sinik juga meminta
Walikota Medan terus berkordinasi dengan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD),
dengan fokus memberdayakan masyarakat di 21 kecamatan agar tetap menjaga
lingkungan dan jangan membuang sampah sembarangan.
“Perlu dicari langkah-langkah
terukur agar pengelolaan sampah yang sekarang dilakukan di TPA Terjun tidak
lagi menggunakan sistem open dumping -- yaitu sampah dibuang begitu saja di TPA
tanpa dilakukan pengelolaan lebih lanjut – menjadi sanitary landfill, yakni sistem pengelolaan (pemusnahan) sampah
dengan cara membuang dan menumpuk sampah
di lokasi cekung, memadatkannya , dan kemudian menimbunnya dengan tanah. (erniyati)
Komentar
Posting Komentar