KILASBERITA
- Pemprovsu diminta kelola aset
kesultanan yang tak terurus di Labuhanbatu. Aset itu dapat dikelola untuk
dikembangkan jadi cagar budaya
Dr Zulfirman menerima penghargaan sebagai narasumber pada \ \dialog Sejarah Napak Tilas Kesultanan Pantai Timur di Labuhanbatu,Sabtu (14/3) (foto erniyati) |
Di
antara yang terlihat adalah Masjid Besar Sultan Adil Bidar Alamsjah (SABA)
Negri Lama, kawasan sungai Bilah, dan Masjid Agung di Kota Rantauprapat.
“Kalau
ditata ulang, maka selain jadi jatidiri kesultanan Melayu di Pantai Timur, juga
jadi cagar budaya yang perlu kita lestarikan,” kata Dr Zulfirman (foto) di Medan pekan
lalu.
Sebab,
keberhasilan Pemprovsu dalam mewujudkan Sumut bermartabat juga terlihat
keinginan pemerintah menghargai ciri dan sifat budaya lokal.
Khusus
untuk Masjid Besar Sultan Adil Bidar Alamsjah (SABA) Negri Lama yang terletak
di Jalan Besar Negeri Lama, Kecamatan Bilah Hilir, Kabupaten Labuhan Batu,
Masjid
ini menjadi repilka aset cagar budaya, karena diadopsi dari nama Sultan Bilah
ketika itu, sekaligus pendiri masjid terbesar di kawasan Bilah Hilir.
Bahkan
masjid yang didirikan tahun 1870-an ini jadi lokasi acara pertabalan Tengku
Muhammad Risfansyah Bidar Alam, menjadi Sultan yang Dipertuan Besar Negeri
Bilah X, pada 14 Maret lalu.
Tak
tanggung, acara yang diagagas Yayasan Daun Sirih dan LIPPSU ini selain dihadiri
Sekdaprovsu Dr H Raja Sabrina.
Juga
puluhan raja, datuk, dan sultan dan pewaris dari kesultanan di 25
kabupaten/kota di Sumut.
Juga
hadir dua anggota DPR RI Wan Gus Irawan Pasaribu dan Prof Dr Johar Arifin, dan
balon walikota Medan, Sakhyan Asmara — yang ketiganya putra Melayu.
“Ini
merupakan acara terbesar dalam hajatan Melayu di Pantai Timur,” kata Zulfirman.
Zulfirman
sendiri dipercaya sebagai pembicara pada Dialog Napak Tilas Kesultanan Pantai
Timur, Bangkit dan Raibnya Kembali Kesultanan Bilah.
Acara
tersebut merupakan rangkaian dari pertabalan Tengku Muhammad Risfansyah Bidar
Alam, yang juga dihadiri Sekdaprovsu Hj R Sabrina.
Cagar
Budaya
Momen
kedua acara tersebut, menurut Zulfirman, harusnya jadi kesempatan bagi
Pemprovsu.
Termasuk
Sekdaprovsu Hj Raja Sabrina yang merupakan salahsatu keluarga Sultan Bilah,
untuk maengelola aset-aset sultan jadi cagar budaya.
“Bahkan
bisa jadi aset PAD dari berbagai sektor, termasuk wisata religi,” jelas
Zulfirman.
Lebih
lanjut Zulfirman menyebutkan, masjid SABA merupakan salahsatu peninggalan era
Sultan Bilah di Pantai Timur di masa penjajahan Belanda.
“Yang
saya ketahui, peninggalan lainnya adalah istana di Bilah, rumah panggung dan
kawasan sungai,” katanya.
Ini
jadi satu kesatuan dalam jalur perdagangan sungai, ketika Kesultanan Bilah
mulai berkuasa di Pantai Timur abad ke-16,” ujarnya.
Sekarang,
kondisi istana, dan kawasan Sungai Bilah tidak terurus.
“Saya
lihat di sepanjang jalur jalan besar di Kecamatan Bilah, airnya sudah
menghijau,” katanya.
Dulunya,
kawasan tersebut menjadi jalur dagang, khususnya pengiriman hasil bumi berupa
rotan.
Di
sepanjang aliran Sungai Bilah, terdapat kerajaan-kerajaan kecil yang merupakan
bagian dari daerah kekuasaan Kesultanan Bilah.
“Sekarang,
saya kira kawasan sungai itu layak dijadikan wisata sungai seperti halnya di
Kalimantan,” pungkas Zulfirman. (erniyati)
Komentar
Posting Komentar