Parlaungan Simangunsong Ajukan Kasasi dan Klarifikasi Kejanggalan ke DPP Demokrat

MEDAN Parlaungan Simangunsong  melalui kuasa hukum, mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung terkait hasil putusan PN Medan, tentang perselisihan antara kliennya dengan Meilizar Latief selaku mantan anggota DPRD Sumut soal Pergantian Antar Waktu (PAW). Mereka juga akan mengklarifikasi sejumlah kejanggalan proses pengajuan PAW itu ke DPP Partai Demokrat.
"Hari Selasa (28/8) kita antarkan langsung permohonan kasasi ke MA ke Jakarta, sekaligus menghadiri panggilan untuk klarifikasi DPP Demokrat, dengan bukti yang cukup," kata Martin Simanungsong, kepada sejumlah wartawan di Medan, Senin (28/7).
Dia merespon putusan sela yang dikeluarkan Pengadilan Negeri (PN) Medan 17 Juli 2020 atas gugatan Parlaungan Simangunsong selaku anggota DPRD Sumut melalui kuasa hukumnya melawan Partai Demokrat sebagai tergugat I dan Hj Meilizar Latief sebagai tergugat II.
Penggugat Parlaungan Simangunsong menyampaikan gugatan ke PN Medan tertuang dalam perkara Reg. 258/Pdt.G/2020/PN.Mdn untuk menyatakan bahwa putusan Mahkamah Partai yang diterbitkan tergugat I, yakni Partai Demokrat tidak sah dan atau batal demi hukum dan atau tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Putusan Tergugat I itu dengan Nomor : 04/PIP-MP/2019 tentang Permohonan Penyelesaian Hasil Pemilihan Umum yang terkait dengan Kode Etik dalam Pemilihan Umum Tahun 2019 antar Calon Anggota Legislatif dari Partai Demokrat tertanggal 26 Mei 2019..
Kuasa hukum Parlaungan Simangunsong, Martin Simangunsong tidak hanya membeberkan keanehan putusan PN Medan itu ke MA, tetapi juga akan mengklarifikasi banyak kejanggalan terkait putusan Mahkamah Partai terkait gugatan No 04/PIP-MP/2019 tertanggal 9 Maret 2020.
Martin menjelaskan, terkait hasil perolehan suara pada pemilihan legislatif 2019 yang dimenangkan Parlaungan Simanungsong, kemudian digugat, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Sumut sudah mengeluarkan surat tanggal 1 Juli 2019. Surat ini diteken Ketua Bawaslu, Syafrida R Rasahan.
Isinya, tidak ditemukan fakta atau bukti yang cukup terkait dugaan kecurangan yang dilaporkan. Selanjutnya, tidak ditemukan syarat formil atas dugaan kecurangan yang dilaporkan.
"Lalu untuk apa dilaporkan ke Mahkamah Partai. Harusnya menurut saya ke Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga paling berwenang. Anehnya, ada juga surat yang saya lihat ke DPP Demokrat tak bertanggal yang isinya malah mencantumkan laporan C1, C2 dst sebagai dasar laporan pengaduan, padahal sudah diputuskan, " ujarnya.
Pdahal,  dalam anggaran dasar/anggaran rumahtangga Partai Demokrat tertanggal 15 Maret, pasal 20 ayar 5, di situ tertulis tentang mahkamah partai dalam sengketa pemilihan legislatif bukan menjadi kewenangan mahkamah.
"Kita juga menemukan keanehan atas surat mahkamah partai tertanggal 3 April 2020 yang memproses perselisihan pemilihan legislatif yang diteken Amir Syarifudin, dan surat ini dibuat setelah mahkamah partai menerbitkan AD/ART tanggal 15 Maret," katanya.
Pihaknya, lanjut Marin, juga melihat Mahkamah Partai Demokrat kan sifatnya ad hoc, yang sekarang sudah didimisioner, tetapi kok bisa pula mengeluarkan SK.
Kemudian ada dua SK yang mencantumkan lokasi pengajuan keberatan yang berbeda. Pertama di SK tanggal 3 April diktum 6, tertulis para pihak yang keberatan, dapat mengajukan ke pengadilan negeri, tetapi di SK yang lain tertulis, pengajuan dilakukan di pengadilan Jakarta.
"Inilah yang menjadi dasar kami melaporkan adanya keanehan dan kejanggalan terkait proses pengajuan PAW dari Parlaungan Simangunsong kepada Meilizar Latief," katanya.
Berbekal bukti-bukti yang cukup itu, Martin optimis pihaknya dapat memenangkan perselisihan ini.  "Saya kira klien kami dizolimi, dua kali sudah dizolimi. Rasanya mimpi kalau yang mengajukan PAW itu menang," ujarnya.
Mengikat dan Final
Sebelumnya,  Pengacara Hj. Meilizar Latief Raja Makayasa Harahap menjelaskan,  tak ada alasan bagi Majelis Hakim mengabulkan gugatan Penggugat, karena putusan Mahkamah Partai telah mengikat dan final.
Bahkan Raja juga merincikan bahwa gugatan penggugat yaitu pertama telah salah menafsirkan perkara internal Partai dengan perbuatan melawan hukum, sehingga konsekuensi hukumnya berbeda.
Selanjutnya kedua, gugatan penggugat bertentangan dengan kompetensi relatif pengadilan, seharusnya Pengadilan Jakarta Pusat yang berwenang mengadili inheren dengan putusan Mahkamah Partai dengan No. 04/PIP-MP/2019 tertanggal 09 Maret 2020.
Ketiga gugatan penggugat tidak jelas dan kabur, keempat gugatan penggugat kurang pihak, karena tidak dimasukan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrat sebagai Pihak dalam perkara.
Bahkan terakhir Raja juga menjelaskan bahwa putusan Mahkamah Partai telah sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku, Mahkamah Partai memiliki kewenangan untuk memeriksa dan mengadili perkara perselisihan internal partai.  (erniyati)

Komentar