KABID SARANA DAN PRASARANA DINAS TPH SUMUT IR JONNI AKIM PURBA MINTA PEMERINTAH PROGRAMKAN PENGGUNAAN PUPUK ORGANIK
Kabid Sarana dan Prasarana Dinas Tanaman Pangan dan Holtikuktura (TPH) Sumut, Ir Jonni Akim Purba.
MEDAN (Kilasberita): Pemerintah sudah memprogramkan pupuk organik, guna mengatasi kelangkaan pupuk bersubdi yang terjadi berulang-ulang menyulitkan para petani.
Hal ini mengemuka dalam Dialog Pagi yang diselenggarakan Radio RRI, Kamis (10/3), yang juga dihadiri dua narasumber, yakni Kabid Sarana dan Prasarana Dinas Tanaman Pangan dan Holtikuktura (TPH) Sumut, Ir Jonni Akim Purba (foto) dan Sekretaris Komisi B DPRD Sumut, Ahmad Hadian, dan dipandu oleh Azka.
Dalam dialog berjudul "Pupuk Mahal, Saatnya Beralih ke Pupuk Organik", Kabid Ir Jonnni Akim menuturkan, masalah yang dihadapi petani di Sumut saat ini masih terfokus pada langkanya pupuk bersubsudi, dan cenderung mahal.
Menurutnya, Minimnya realisasi alokasi kebutuhan subsidi pupuk ke petani menjadi sinyal lemahnya administrasi yang dibangun oleh pemerintah pusat.
Menurutnya, alokasi berbagai jenis pupuk bersubsidi untuk petani di Sumatera Utara hingga 15 Februari 2022 sudah di kisaran 3,5 sampai 11,71 persen.
"Alokasi pupuk bersubsidi memang belum banyak karena sebagian besar tanaman di Sumut akan memasuki masa panen," ujarnya.
Penyaluran pupuk SP36 misalnya masih sebesar 3,52 persen dari total alokasi tahun 2022 yang sebanyak 37.157 ton.
Kemudian penyaluran NPK masih 11,71 persen dari total alokasi sebesar 109.243 ton.
"Kecuali NPK dengan formula khusus dan pupuk organik cair, semua jenis pupuk lainnya sudah disalurkan dan diserap petani," katanya.
NPK dengan formula khusus dan pupuk organik cair memang merupakan pupuk yang baru tahun ini diterima petani Sumut.
"Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Sumut berupaya mendorong kuat penyerapan pupuk organik di tengah petani. Apalagi usai Maret, sebagian besar petani mulai memasuki tanam baru," katanya.
Akim menjelaskan, pada 2022 petani di Sumut mendapat tambahan alokasi pupuk bersubsidi menjadi 383 150 ton dan ditambah 137.043 liter pupuk organik cair.
Pada tahun 2021, alokasi pupuk untuk Sumut masih 340.702 ton.
Tidak Perlu Terjadi
Sementara itu, Sekretaris Komisi B DPRD Sumut Ahmad Hadian menyebutkan, berulangnya kelangkaan pupuk bersubsidi harusnya tidak perlu terjadi, jika pemerintah memprogramkan pupuk organik.
Dia mensinyalir, kelangkaan pupuk ini kejadian berulang, karena adanya oknum-oknum yang mempermainkan pupuk subsidi mencari keuntungan.
Dampaknya, petani selalu menemukan dua persoalan terkait keberadaan pupuk.
Pertama, pupuk bersubsidi sulit didapatkan dan kedua mahalnya pupuk nonsubsidi, sehingga memberatkan petani.
Dua persoalan itu, lanjut politisi asal Dapil Sumut V meliputi Kabupaten Asahan, Batubara dan Kota Tanjungbalai ini, tidak terlepas dari kemampuan pemerintah dalam menetapkan kuota pupuk subsidi untuk petani.
Di sisi lain, hal ini juga tidak terlepas dari bahan baku pupuk tidak semuanya berasal dari dalam negeri.
“Kemampuan pemerintah menyediakan pupuk subsidi haya 30 persen. Itu memang tidak akan mencukupi, apalagi ditambah dengan permainan dari oknum-oknum tertentu atas keberadaan pupuk tersebut. Sedangkan pupuk non subsidi mahal, karena bahan baku pembuatan pupuk sebagian juga harus diimpor dari negara lain. Hal ini akan mempengaruhi harga,” ujarnya.
Karena itu, Sekretaris FPKS DPRD Sumut ini berharap pemerintah mulai dari pusat hingga gubernur dan bupati/walikota mendorong produksi dan pemanfaatan pupuk organik.
“Go Organik sudah harus dipikirkan pemerintah dan mendorong kemampuan petani menghasilkan pupuk organik, termasuk menyediakan fasilitas alat pembuatan pupuk organik. Karena, bahan untuk membuat pupuk organik itu melimpah, mulai dari kotoran hewan dan lainnya,” ujarnya.
Diketahui belakangan ini kelangkaan pupuk membuat petani di Sumatera Utara menjerit. Misalnya petani dari Kabupaten Simalungun berunjuk rasa ke Kantor Gubernur Sumatera Utara meminta gubernur turun tangan terkait persoalan yang membuat mereka gagal panen. (erniyati)
Komentar
Posting Komentar