Tokoh Islam Sepakat Menata Kembali Indonesia



Medan,
Tokoh Islam Din Syamsuddin menegaskan, menata ulang Indonesia harus dikembalikan kepada Pancasila dan Undang-undang Dasar (UUD) 1945, yang telah disepakati oleh para pendiri bangsa pada 18 Agustus 1945.

Sebab, Indonesia dengan dasar Pancasila dan UUD 1945, sangat dekat dengan Islam. Maka tidak mungkin dan tidak oleh ada upaya apalagi gerakan sistematis yang ingin menyudutkan, meminggirkan, terpuruk, tertekan dan bahkan umat Islam tertuduh, jawabannya tergantung kepada kita semua Umat Islam.

“Kongres ini menjadi titik tolak kebersamaan untuk mempersatukan umat Islam dan Indonesia,” ucap Din Syamsuddin saat menjadi pembicara pada Kongres ke-2 Umat Islam Sumatera Utara yang dilaksanakan di Asrama Haji Medan, Jumat (26/8/2022).

Hadir tokoh Islam di antarnya Amien Rais, Egi Sujana, Ichsanuddin Noorsy, Marwan Batubara, Ketua DPD RI La Nyalla Mattalitti, Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi, Ketua MUI Sumut Maratua Simanjuntak, Ketua Ormas Islam Sumut yakni Ketua PW Al Washliyah Sumut Dedi Iskandar Batubara, Ketua Panitia Kongres ke-2 Umat Islam Masri Sitanggang dan sejumlah tokoh-tokoh Islam Sumatera Utara.
Menurut Tokoh Muhammadiyah ini, untuk menata ulang Indonesia sudah dilakukan berbagai jalan dan tidak 

Ada beberapa opsi untuk menata kembali Indonesia, jalan revolusi dan sebagian lain berpendapat masih menginginkan perjuangan melalui konstitusi,” katanya.

Dia menambahkan, jalan konstitusi mengubah struktur ketatanegaraan Indonesia yang rusak. Sementara ormas-ormas Islam tetap pada jati dirinya melalui jalur kebudayaan, mencerdaskan kehidupan bangsa.

“Semuanya saling melengkapi. Apapun jalan yang dipilih hemat saya saling melengkapi,” ujarnya.

Dia juga menyarankan agar tujuan itu tercapai hendaknya jangan saling menyalahkan. Sebab, dasar persatuan dan kesatuan umat adalah jangan saling menyalahkan.

“Namun biarkan kemajemukan yang kita miliki menjadi lidi-lidi kebenaran, kemaslahatan yang kita ikat menjadi keimanan dan keihlasan itu,” tegasnya.

Dia berharap meski berbeda-beda ormas, partai politik, namun hati kita tetap satu untuk persatuan umat.
Oleh karena itu, lanjutnya, Kongres ke-2 Umat Islam Sumatera Utara menjadi awal gerakan umat Islam untuk persatuan.

“Dari Medan kita cerahi Indonesia. Dari kongres umat Islam ini semoga persatuan dan kesatuan umat Islam akan terwujud,” tegasnya seraya mengusulkan agar kongres juga dilakukan di setiap daerah, akan menjadi ledakan yang dasyat.

Selaku umat Islam yang mayoritas dari penduduk Indonesia, menampilkan jasa besar bagi penegakan negara kesatuan republik Indonesia berdasarkan Pancasila.

Maka umat Islam harus memiliki kepercayaan diri, jangan merasa sedih dan kehilangan kepercayaan diri. Kita memiliki kekuatan seandainya menjadi orang yang beriman.

Pemegang Saham Terbesar

Sementara Ketua DPD RI La Nyalla Mattalitti mengungkapkan kontribusi umat Islam pada kemerdekaan Indonesia tidak perlu diragukan lagi. Sangat besar dan tercatat dalam sejarah.

“Bahkan saya katakan bahwa sejatinya Umat Islam pemegang saham terbesar di Republik ini. Tokoh-tokoh Islam terlibat aktif membuat Pancasila, BUPKI dan panitia persiapan kemerdekaan Indonesia, dan menyusun UUD 1945. Kabar Muzakar, H Agussalim, M Yamin dan lainnya,” jelasnya.

Bahkan dalam peristiwa mempertahankan kemerdekaan Indonesia, tidak terlepas dari resolusi jihad yang dikeluarkan KH Hasyim Asy’ari, pendiri sekaligus Rais Akbar Nahdlatul Ulama.

“Hampir seluruh tokoh perjuangan Indonesia adalah mayoritas tokoh Islam dan peran besar tokoh non muslim yang tercatat dalam sejarah,” katanya.

Maka itu, sebut La Nyalla, sangat tidak masuk akal bila belakangan ini Indonesia dilanda terjadinya Islam Phobia yang semakin menguat.

“Kenapa demikian, selain faktor geopolitik dan internasional. Menurut saya ada tiga persoalan mendasar di dalam negeri yang memicu munculnya Islam Phobia,” katanya.

Pertama, lanjut La Nyalla, karena kita telah terpolarisasi, potensi konflik antar kelompok masyarakat terjadi sejak kontestan pemilihan presiden dan wakil presiden dan kepala daerah secara langsung, disertai adanya ambang batas pencalonan.

“Kita mengenal istilah Presidential threshold atau ambang batas pencalonan presiden, inilah akar masalahnya, karena akibat aturan ambang batas ini pasangan calon yang dihasilkan terbukti sangat terbatas,” tegasnya.

Dari dua kali pemilihan presiden, ungkapnya, negara ini hanya mampu menghasilkan dua pasang calon sehingga dampaknya polarisasi masyarakat yang cukup tajam. Hal itu diperparah dengan semangat antar kelompok yang berbentuk verbal atau simbol dan aksi ditambah lagi dengan pola komunikasi elit politik yang mengakibatkan kegaduhan sehingga semakin lengkap pembelahan yang terjadi di masyarakat.

Sementara itu Ketua Panitia Masri Sitanggang semua ormas Islam yang ada di Sumut sangat merindukan untuk bersatu.

“Apa mungkin umat Islam dipersatukan. Pertanyaan ini membuat saya sedih. Saya memang orang yang sangat sedih dengan persatuan Umat saat ini. Di bawah bisa bersatu, tapi kenapa pemimpin kita tidak bersatu dan terpecah belah. Catatan sejarah harus kita mulai,” tegasnya.

Dia berharap pertemuan ini mencatat kembali menyatukan umat Islam dalam rangka membangun Indonesia ke depan.

“Jangan mau Umat Islam dipecah belah, jangan karena Mazhab kita pecah belah, apalagi beda organisasi dan politik tapi hendaknya satu dalam misi Islam,” harapnya.
Sementara itu, Kongres ke-2 Umat Islam Sumatera Utara dibuka secara resmi oleh Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi bersama dengan tokoh Islam yang hadir denga memukul Gordang 9.(erniyati)

Komentar