MEDAN
DPRD Sumut harapkan kerja sama operasional (KSO) antara PT Perusahaan Perkebunan (PSU) dengan calon mitranya, PT MSS mampu meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) perusahaan milik Pemprovsu itu.
Hal itu dikatakan Ketua Komisi C Poaradda Nababan ketika memimpin rapat dengar pendapat dengan jajaran direksi dan komisaris utama PT PSU Asrul Masir Harahap, Direktur Agus Salim Harahap, Ketua Polkja Mufti Ali, Rias T Lubis anggota pokja), Boby Suhendra (Plt direksi), Taher Harahap (Bidang Hukum) dan Arif Darmawan (Kabag komersil).
Adapun Komisi C dihadiri Wakil Ketua Jubel Tambunan, Sekretaris Jumadi, para anggota Wagirin Arman, Edward Zega, Melizar Latief, M Subandi, Yantoni Purba dan Kuat Surbakti.
Salah satu kajian strategis itu, lanjut Poaradda, adalah soal profit yang sesuai bentuk kerja sama Rp 7,5 miliar selama lima tahun hendaknya disertai masterplan atau rencana induk. "Sebaiknya hitungannya dianalisis setiap tahun, agar bisa diproyeksikan seperti apa tahun berikutnya. Dan apa langkah jika kemudian target tidak tepat sasaran, ini harus ditelaah," ujarnya.
Begitu juga permasalahan status pegawai dalam KSO, apakah sudah diberikan pesangon sesuai ketentuan UU Ketenagakerjaan No 13 tahun 2003, dan ke pihak mana mereka bernaung.
"Dua pokok persoalan itu perlu dicermati, agar selain tercapai target benefit dan tidak menimbulkan problem di belakang hari. Nanti jangan sampai generasi setelah kita menanggung akibat KSO, karena ini jangka waktunya 30 tahun," katanya.
Dasar Hukum KSO
Merespon pandangan dewan, Direktur Agus Salim Harahap menyebutkan, dasar hukum pelaksanaan KSO setelah RUPS, yakni berdasarkan: Peraturan Pemerintah RI No 54 tahun 2017 tetang Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
Kemudian, Peraturan Mendagri RI No 118 tentang rencana bisnis, kerja dan anggaran, kerja sama, pelaporan, dan evaluasi BUMD, dan Peraturan Daerah Provinsi Sumut No 5 tahun 2021 tentang perusahaan perseroan daerah di Sumut.
Selain itu, PT PSU juga melakukan kordinasi dan konsultasi dengan Inspektorat dan Biro Hukum Pempropsu.
"Semua sudah dikaji melalui tahapan dan mekanisme yang ada, dan kita juga sudah mengkaji detail KSO yang draftnya diperkirakan selesai dalam waktu dekat," ujarnya.
Terkait adanya laporan bahwa terjadi proses lelang yang tidak transparan, misalnya menyebutkan, amplop penawaran tidak tertutup (tidak dilem), Agus menyebutkan, secara keseluruhan dilakukan secara terbuka.
"Saat pembukaan dokumen penawaran dilakukan secara terbuka dan disaksikan oleh perwakilan perusahaan yang mengikuti tender. Soal mengapa tidak dilem, yang penting kan isi dalam penawaran itu," sebutnya.
Merespon soal kewajiban perusahaan mitra KSO, mereka harus memberikan pendapatan tetap kepada PT PSU setiap tahunnya sebesar Rp 17,5 miliar selama lima tahun pertama, dan selanjutnya di tahun ke 6 sampai tahun ke 30 sharing sebesar 56,85 persen dari keuntungan besar.
Adapun kelolaan obyek KSO, lanjut Agus Salim, adalah Kebun Tanjung Kasau seluas 2.545 hektar, Kebun Sei Kari 470 hektar dan PMKS Tanjung Kasau kapasitas 20 ton TBS/per jam.
Terkait bentuk kerja sama, lanjut Agus, investasi yang diberikan PT PSU berupa rehabilitasi tanaman (perbaikan tanaman), investasi tanaman tua dan infrastruktur, yakni replanting Tanjung Kasau 2.032 hektar, replanting Sei Kari 432 hektar, infstruktur Tanjung Kasau 73.181 meter, infratstruktur Sei Kari 15.559 meter, jembatan Tanjung Kasau 51 unit dan jembatan Sei Kari 11 unit.
Menyinggung status pegawai, Agus menjelaskan, status mereka yang ada saat ini apabila di KSO-kan adalah dilakukan pemutusan hubungan kerja dengan kompensasi pesangon, dan seluruh pegawai dan atau karyawan PSU yang masih bekerja, namun status kepegawaiannya beralih kepada mitra KSO. (erniyati)
Komentar
Posting Komentar