DPRD SUMUT DIMINTA PANGGIL PERUSAHAAN PRODUKSI SENG NON SNI


DIREKTUR Utama PT Intan Nasional Iron Industri, Imam Herianto. 

MEDAN: Direktur Utama PT Intan Nasional Iron Industri Imam Herianto (foto) meminta Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Sumatera Utara dan  Poldasu untuk menindak tegas perusahaan yang memproduksi seng di bawah kualitas Standar Nasional Indonesia (SNI). 

Imam juga meminta DPRD Sumut melalui Komisi D untuk memanggil sejumlah perusahaan yang diduga mendistribusikan seng yang mutunya tidak memenuhi standar yang berlaku.

Hal itu dikatakan Imam di Medan, Kamis (13/7), menyikapi langkah perusahaan yang bergerak dalam bidang produksi seng rata dan seng gelombang itu, yang telah merumahkan sekitar 150 karyawan karena persaingan harga yang tidak sehat.

Akibatnya, para karyawan merasa tidak senang dan menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor perusahaan yang berlokasi di Kawasan industri Medan (KIM) di Jalan Yos Sudarso Medan, Km 10,2 Kampung Mabar Medan, pekan lalu.

Menyikapi hal itu, Imam menyebutkan, perusahaan yang didirikan pada bulan Mei 1971, terpaksa merumahkan karyawan karena berbagai hal. Di antaranya, lambannya penerimaan uang ke perusahaan akibat perbedaan harga seng yang memenuhi standar, dengan yang kualitasnya rendah. Kemudian, produksi seng yang akan didistribusikan jumlahnya menurun, lantaran persaingan harga yang tidak sehat lagi.

“Untuk yang SNI dan bukan, perbedaannya sekitar 30 persen, dan faktanya seng berbagai merek bukan kualitas SNI banyak yang beredar di Kota Medan,”  ujarnya.

Salah seorang karyawan yang ikut berdemo mengatakan, mereka mogok kerja karena produksi seng yang diproses sudah 2 tahun ini tidak dapat dijual lagi, sehingga perusahaan tidak bisa memberi upah.

Sebab, pihak panglong/toko juga katanya tidak mau menerima, karena ada perusahaan seng yang menjual lebih murah dari mereka, yang notabene tidak sesuai dengan SNI.

Dari informasi Kementerian Perdagangan di Medan, produksi seng non SNI, baik yang dilakukan di Jakarta maupun di Medan dan didistribusikan di kota ini, terdapat sejumlah merek yang hingga kini masih dijual ke konsumen tanpa ada tindakan hukum.

PT Intan Nasional Industri sendiri memiliki  standar seng mengikuti SNI, dengan ketebalan mencapai 0,20 mm, ketinggian gelombang paritnya lebih tinggi, lebih merata lapisan sengnya dan dapat bertahan selama 20 tahun.

Sedangkan seng yang diproduksi perusahaan seng yang tidak mengikuti kualitas SNI hanya bertahan berkisar 2 tahun dan ketebalannya hanya 0,16 mm.

Akibatnya persaingan yang tidak sehat itu, PT Intan Nasional Iron Industri merasa dirugikan, dan terpaksa melakukan langkah merumahkan sebagian karyawan yang sudah mengabdi puluhan tahun itu, karena ketidakmampuan membayar gaji. 

Untuk itu, pihak perusahaan minta kepada Kepolisian Daerah Sumatera (Poldasu), Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, khususnya Disperindag Sumut serta Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) untuk menindaklanjuti masalah ini. 

Sebab, persaingan yang tidak sehat dapat merugikan pihak industri seng berstandar mutu SNI dan pihak konsumen yang tidak mengetahui kualitas seng yang tidak sesuai standar SNI.

“Untuk itu kami mengharapkan agar pihak terkait dapat menindaklanjuti permasalahan di atas dan pihak kami PT Intan Nasional Iron Industri dapat melakukan penjualan agar dapat segera membayar biaya-biaya produksi dan gaji karyawan yang tertunda,” katanya.

Selain itu, perusahaan juga berharap kepada Komisi D DPRD Sumut, untuk memanggil pihak, termasuk sejumlah perusahaan yang diduga menjual  seng di bawah standar SNI, agar mematuhi ketentuan hukum yang berlaku.

Sementara anggota DPRD Sumut Hendro Susanto menyebutkan, pihaknya siap merespon dan menindaklanjuti, terutama masalah karyawan PT Intan Nasional Iron Industri yang telah dirumahkan. 

“Perwakilannya disarankan membuat surat permohonan audiensi rapat dengar pendapat ke Komisi E, yang membidangi  masalah kesejahteraan itu,” kata Hendro. (Tim)



Komentar