Lukmanul Hakim SH, MH, dari kantor pengacara Lukmanul Hakim And Patners, didampingi Ketua LSM Gempur Bagus Abdul Halim, Tengku Asri Syaputra, dan masyarakat penggarap, Sunaryo, saat memberikan keterangan pers di Medan, Selasa (6/11).
MEDAN,
Kuasa Hukum Lukmanul Hakim, SH, MH.berharap penyelesaian kasus tanah seluas 569 hektar di Kelurahan Sari Rejo, Kecamatan Medan Polonia, dapat dilakukan secara berkeadilan dan komprehensif.
Hal ini ditegaskan Lukmanul Hakim SH, MH, dari kantor pengacara Lukmanul Hakim And Patners, kepada wartawan di Medan Selasa 6 November 2023, merespon beredarnya baliho jual beli lahan CBD Polonia Medan, meski tersebut masih bermasalah.
Hadir dalam temu pers itu, Ketua LSM Gempur Bagus Abdul Halim, Tengku Asri Syaputra, dan masyarakat penggarap, Sunaryo.
Menurut Lukmanul Hakim, sejak awal mengawal kasus kliennya, pihaknya melihat penyelesaian sengketa lahan yang dilakukan oleh pemerintah dengan berbagai instansinya tampaknya sudah terarahkan.
"Artinya, tidak menggali dari bawah, sehingga masalahnya hanya selesai secara parsial, diskriminatif dan hanya mementingkan penguasa dan pengusaha," ujarnya.
Dilihat dari sejarahnya, sejak era kolonial hingga kemerdekaan, ada masyarakat adat, dan setelah Indonesia merdeka, pemerintah mengeluarkan undang-undang Nomor 12 tahun1948 untuk penguasaan lahan-lahan yang dikuasai oleh pemerintah Hindia Belanda terdahulu.
Namun itu dilakukan untuk menginventarisasi bukan menguasai, karena pemerintah tidak memiliki persoalan-persoalan tanah, kecuali hanya mengawasi, dan menerbitkan sertifikat lahan.
"Nah dalam konteks inilah, terhadap lahan 569 hektar yang dikuasai oleh TNI Angkatan Udara sejak tahun 1970-an, ada hak atas tanah sebanyak 162 warga selaku penggarap dan masyarakat adat di sekitar kawasan Polonia," ujarnya
Dilihat dari sejarahnya, lanjut Lukmanul Hakim bahwa semua sertifikat masyarakat adat, grand sultan masih tersimpan rapi di Belanda.
Itu berarti, jika dilihat dari sejarah, tanah itu bukan milik TNI AU. “Itu tanah Kesultanan Deli dan Kedatukan Sukapiring. TNI AU tidak berhak, namun tanah itu belum dilepas dari hak milik Menteri Pertahanan dan belum dikeluarkan dari aset mereka," ujarnya.
Selain itu lahan yang sekarang dikuasai TNI Angkatan Udara di Lanud Suwondo bersamaan dengan Bandara Polonia yang sekarang sudah pindah ke Kualanamu.
Dengan kondisi seperti itulah, Lukmanul Hakim mempertanyakan status lahan Polonia seluas 569 hektar yang masih dikuasai TNI AU bahkan telah dialihkan ke pihak ketiga untuk dikembangkan menjadi kawasan perumahan elit.
Masalah ini telah ditangani pemerintah melalui instansi terkait, bahkan telah dilakukan proses hukum serta telah dilaporkan kepada kepala staf presiden di Jakarta untuk ditindaklanjuti secara serius.
Namun hingga kini penyelesaian kasus tersebut bahkan ada pemilik yang sudah meninggal dunia, namun kasusnya belum kunjung tuntas.
Lukmanul Hakim meminta kepada semua pihak terkait Badan Pertahanan Nasional, Panglima TNI, Dan Lanud Suwondo, penggarap lahan dan masyarakat adat untuk duduk bersama menyelesaikan masalah ini secara berkeadilan dan komprehensif dan tidak berpihak kepada penguasa dan pengusaha.
Pihaknya tidak ingin kasus tanah Sarirejo ini seperti yang terjadi di Rempang, Riau, "Kita tidak ingin ada cawe-cawe, dengan menjual lahan ini kepada penguasa dan pengusaha lebih-lebih menjelang Pemilihan Umum tahun 2024," ujarnya.
Sementara itu, Ketua LSM Gempur Bagus Abdul Halim menegaskan bahwa pihaknya akan terus mengawal dan bersuara terkait kasus tanah ini. "Kita akan terus bersuara lantang dan berharap keadilan dapat ditegakkan," pungkasnya. (erniyati)
Komentar
Posting Komentar