Sidang Perdana Sorbatua Siallagan: PN Simalungun Melanggar KUHAP?

*SIMALUNGUN, Sidang perdana kasus kriminalisasi terhadap Sorbatua Siallagan, Ketua Komunitas Adat Ompu Umbak Siallagan, digelar di Pengadilan Negeri Simalungun hari Rabu (22/5/2024) dengan agenda pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). 

Berdasarkan surat dakwaan yang dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum, Sorbatua didakwa atas dua pasal: pembakaran hutan dan menduduki kawasan hutan tanpa izin. 

Firmansyah selaku JPU dalam Dakwaannya menyebutkan bahwa tindakan pembakaran kawansan hutan tersebut melanggar Pasal 36 angka 19 jo Pasal 78 ayat (3) jo Pasal 36 angka 17 jo Pasal 50 ayat (2) huruf b Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja. Selanjutnya tindakan menduduki kawasan hutan tanpa izin melanggar Pasal 36 angka 19 jo Pasal 78 ayat (2) jo Pasal 36 angka 17 jo Pasal 50 ayat (2) huruf a Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. 

Komunitas Masyarakat Adat Ompu Umbak Siallagan telah mendiami wilayah adat mereka sejak tahun 1700-an jauh sebelum Republik Indonesia merdeka tahun 1945. Pemerintah menetapkan kawasan tersebut menjadi kawasan hutan pada tahun 1982 padahal wilayah tersebut adalah wilayah adat  Masyarakat Adat Ompu Umbak Siallagan. 

Pada tahun 1993 Pemerintah memberikan izin konsesi hutan kepada PT.TPL. Akan tetapi, dalam Surat Dakwaan JPU malah mendakwa Sorbatua Siallagan membakar hutan dan menduduki kawasan hutan tanpa izin, JPU sama sekali tidak mempertimbangkan bahwa komunitas Masyarakat Adat Ompu Umbak Siallagan telah berdiam di wilayah itu jauh sebelum izin konsesi PT.TPL diberikan negara. 

Pada saat sidang berlangsung, sejumlah komunitas yang tergabung dalam Aliansi Gerak Tutup TPL melakukan aksi solidaritas di depan gedung Pengadilan Negeri Simalungun untuk mengawal kasus ini. 

Dalam persidangan ini Penasihat Hukum menyampaikan Surat Permohonan Penangguhan Penahanan dengan 22 orang penjamin yang terdiri dari Akademisi, tokoh agama, dan tokoh masyarakat. 

Kemudian Penasihat Hukum menyerahkan surat permohonan agar Berita Acara Pemeriksaan (BAP) lengkap Terdakwa diberikan oleh Majelis Hakim, Namun Majelis Hakim meminta Penasihat Hukum agar permohonan BAP tersebut minta melalui bagian PTSP Pengadilan Negeri Simalungun.

Ketika Penasihat Hukum ke bagian PTSP, petugas disana menyampaikan bahwa permintaan salinan BAP lengkap tersebut harus melalui disposisi Ketua Pengadilan terlebih dahulu. Dengan alasan ada prosedur internal Pengadilan Negeri mengenai permohonan BAP ini.

Penasihat hukum Sorbatua, Audo Sinaga S.H. dari Bakumsu menyampaikan bahwa tindakan Majelis Hakim maupun Pengadilan Negeri Simalungun yang tidak memberikan BAP lengkap tersebut telah melanggar Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Karena, Pasal 72 KUHAP telah mengatur hak terdakwa untuk mendapatkan BAP guna kepentingan pembelaanya. Sehingga Penolakan PN Simalungun dengan alasan prosedur internal tidak dapat dibenarkan dan merupakan pelanggaran hak terdakwa.

Tuntutan Kami:

1. Bebaskan Sorbatua Siallagan dari segala Dakwaan.

2. Hentikan kriminalisasi terhadap masyarakat adat yang memperjuangkan hak-hak mereka.

3. Sahkan Perda Masyarakat Adat di Sumatera Utara. (erniyati)



Komentar